Mengenai Saya
Categories
- ilmu Elektro (6)
- K3 (1)
- Pengantar Pendidikan (1)
- wisata malang (1)
Search
Archives
Diberdayakan oleh Blogger.
Linknya my prend
- Blogging Is My Life | Internet Science
- Arian Blog
- Coretan Puguh
- Blog Amatiran
- Hari Kurniawan
- : Cerita Sepanjang Penghidupan :
- Indonesia-Ku News
- Akhdanazizan.com
- Eka Puji Sugianto
- Pendidikan Teknik Elektro
- aw... aw... aw...
- Rina Puji Lestari
- Lutfiatul Ummah
- Sinau Elektro
- Elektronik Bank
- Elektro News
- Elektronika
- Sumber Ilmu Dunia
- Step Elektronika
- Dunia Elektro
- Seputar Edukasiku
- Mad Elektro
- iniceritakudotkom
- BELAJAR ELKA
Entri Populer
-
Teori Dasar Motor Induksi Tiga Fasa. Motor induksi adalah suatu mesin listrik yang merubah energi listrik menjadi energi gerak dengan m...
-
Dekoder driver 74LS47 merupakan IC TTL yang mempunyai input 4 bit yaitu A, B, C, dan D serta 3 input ekstra RBI, RBO, LT. Ketiga input eks...
-
Menjelajah Kabupaten Malang kita akan menemukan banyak keindahan tersembunyi di sana. Walau banyak yang tak terawat dan dibiarkan apa ad...
-
Program simulator sederhana PLC Omron seri CPM atau Sysmac. Nama program tersebut adalah PLC Simulator versi 1.0 karya Tang Tung Yan, seba...
-
Gambar 1 akan memperlihatkan prinsip kerja dari sebuah generator AC dengan dua kutub, dan dimisalkan hanya memiliki satu lilitan yang ter...
-
Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) a. Pengertian Think Pair Share (TPS) Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggu...
-
Dioda berasal dari kata DI = dua dan ODA = elektroda atau dua elektroda, dimana elektroda-elektrodanya tersebut adal...
-
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA Tujuan Khusus Pengajaran 1. Memahami konsep‑konsep tentang hakikat manusia. 2. ...
-
Perkembanga n teknolog i saa t in i begit u pesatnya , sehingg a peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerja...
-
R a ngk a i a n e l e ktr o ni k a d a ya m e rup a k a n s u at u r a ngk a i a n li s t rik y a ng d a p a t m e ngu...
Total Tayangan Halaman
12,097
Minggu, 21 April 2013
Pengantar Pendidikan
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
Tujuan Khusus Pengajaran
1. Memahami konsep‑konsep tentang hakikat
manusia.
2. Memahami tentang hakikat manusia
dengan dimensi‑dimensinya.
3. Menjelaskan pengembangan manusia
dengap dimensi‑dimensinya.
4. Menjelaskan hakikat manusia Indonesia
seutuhnya dan / atau manusia pancasila.
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
Hakikat Manusia
Tuhan menciptakan. mahluk yang mengisi
dunia fana ini atas berbagai jenis dan tingkatkan. Dari berbagai jenis dan
tingkat mahluk Tuhan tersebut manusia
adalah mahluk yang paling mulia dan memiliki berbagai kelebihan.
Keberadaan manusia apabila dibandinglm
dengan mahluk lain (hewan), selain memiliki
insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk
yang memiliki beberapa kemampuan
antara berfikir, rasa keindahan, perasaan batiniah, harapan, menciptakan dan lain‑lain.
Sedangkan kemampuan hewan lebih bersifat instingtif dan kemampuan
berfikir sangat rendah untuk mencari makan, mempertahankan diri dan
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Pada hakikatnya hewan tidak menyadari
tugas hiduppya, dan ia melakukan sesuatu atas dorongan dari dalam jiwanya.
Dorongan itu merupakan perintah baginya yang harus dilaksanakan apabila ia
menemui rintangan dari luar, misalnya dihalang-halangi oleh manusia atau hewan
lain, dengan bermacam-macam usaha barulah ia melawan instingnya.
Lain halnya manusia, selain mahluk
instingtif manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens) mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa
keindahan dan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah mahluk moral
dan religius.
Dari penjelasan tentang perbedaan
manusia dan hewan diatas, kemudian timbul pertanyaan , ”apakah manusia itu ?”.
Beberapa pandangan tentang hakikat
manusia disebutkan secara singkat sebagai berikut:
Pandangan psikoanalitik
Tokoh
psikoanalitik (Hansen, Stefic,Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif.tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan
psikologis yang sudah ada pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya
tetapi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.
Sigmund
Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen
yakni: ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusiayang mendasari perkembangan individu. Dua
insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi yang
menggerakkan manusia untuk hidup dengan prinsip pemuasan diri. Dengan demikian fungsi ide adalah mendorong
manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat sepanjang hayat tetapi
fungsi id untuk menggerakkan tersebut
ternyata tidak dapat leluasa menjalankan fungsinya karena menghadapi
lingkunygan yang tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak pertimbangan yang
harus diperhatikan yang tidak dapat dilanggar begitu saja.
Lain
halnya dengan ide maka fungsi ego adalah menjembatani tuntutan id dengan
realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan id dalam memuaskan
instingnyaselalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih
berfungsi kepribadian, sehingga perwujudan fungsi id itu menjadi tidak tanpa
arah.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seeseorang tidak hanya ditentukan oleh
fungsi id dan ego saja, melainkan juga fungsi yang ketiga yakni super ego.
Super
ego tumbuh berkat interaksi antaraindividu dan lingkungannya yang terdiri dari
aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi , dsb. Dalam hal ini fungsi super
ego adalah mengawasi agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai,
moral,adapt istiadat, yang telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian
super ego memiliki fungsi control dari dalam diri individu.
Demikianlah
bahwa kepribadian seseorang berpusat pada interkasi antara ide, ego dan super
ego menduduki peranan perantara antara ide dengan lingkungan dan antara ego
dengan super ego. Sedangkan peranan ego dalam menjembatani ide dengan super ego
dapat dilihat dalam kaitannya dengan kecenderungan seseorang untuk berada pada
dua ekstrem.
Seseorang
yang didominasi idenya tingkah lakunya impulsive,
dan seseorang yang didominasi super egonya cenderung berperilaku moralistik.
Dari
pandangan yang tradisional di atas berkembanglah paham baru yanf disebut neoanalitik. Paham
ini berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang digerakkan oleh
tenaga dalam (innate energy). Tingkah
laku manusia itu banyak yang terlepas dan tidak dapat disangkutkan dari dalam.
Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menanggapi berbagai jenis
perangsang dan perwujudan diri itu hanya sebagian saja yang dapat dianggap
sebagai hasil tenagan dalam. Pada masa bayi, manusia memang menanggapi dunia
dengan insting-instingnya untuk memenuhi kebutuhannya misalnya lapar,. Namun,
tingkah laku instingtif tersbut makin dewasa makin berkurang dan akhirnya
sebagian besar tingkah laku tersebut didasarkan pada rangsangan dari
lingkungannya.
Kaum
neoanalis pada dasarnya masih meyakini adanya komponen ide, ego dan super ego,
namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian individu. Ego
tidak dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan ide saja, melainkan sebagai
fungsi pokok yang bersifatrasional dan tanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial individu.
Pandangan Humanistik
Pandangan humanistic (Hansen, dkk,
1977) menolak pandangan freud bahwa manusia pada dasarnya tidak rasional, tidak
tersosialisasikan dan tidak memiliki control terhadap nasibnya sendiri. Tokoh
humanis (Rogers)
berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk menyerahkan dirinya
sendiri ke arrah positif, manusia itu
rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti
bahwa manusia mampu mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika
manusia dalam keadaan yang memungkinkan dan mempunya kesempatan untuk
berkembang aka akan mengarahkan dirinya untuk menjadipribadi yang maju dan
positif, terbebas dari kecemasan dan menjadia nggota masyarakat yang bertingkah
laku secara memuaskan. Lebih lanjut Rogers
mengemukakan bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir
tanpa henti, tidak statis, dan satu kesatuan potensi yang terus-menerus
berubah.
Pandangan
Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan untuk
memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan olehrasa tanggung jawab sosialserta
oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “ individu
melibatkan dirinya dalam bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam
membantuorang lain dan membuat dunia menjadi lebih baik untuk ditempati.”
Pandangan Martin Buber
Martin Buber (1961) tidak sependapat
dengan pandangan yang menyatakan bahwa anusia berdosa dan dalam genggaman dosa.
Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat dikatakan bahwa pada dasarnya ini
atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan (eksistensi) yang berpotensi.
Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau potensi manusia itu terbatas.
Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi
keterbatasan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan dilakukan oleh
manusia atau perkembanagn manusiaitu tidak dapat diramalkan dan manusia masih
menjadi pusat ketakterdugaan (surprise)
dunia. Tetapi perlu diingat, ketakterdugaan ini merupakan ketakterdugaan yang terkekang
dan kekangan ini amat kuat. Manusia itu tidak pada dasarnya baik, atau jahat,
tetapi manusia itu dengan amat kuat mengandung kedua kemungkinan ini.justru
inilah keterbatasan manusia, yaitu adanya kemungkinan untuk menjadi jahat.
Perlu juga diingat bahwa ketetbatasan ini sifatnya hanya faktual belaka, tidak
mendasar. Kejahatan yang ada pada diri manusia (dilambangkan dengan perbuatan
Adam memakan buah larangan di surga ) bukanlah keingkaran pada Tuhan ,
melainkan semata-mata untuk mewujudkan kemanusiaan manusia oleh manusia itu
sendiri. Manusia adalah mahluk yang cerdik yang tidak merasa puas dalam keadaan
yang aman,tentram, bahagia dan tergoda untuk melanggar peraturan yang telah
ditetapkan. Namun anehnya, setelah aturan “dilanggar” terkuaklah sejarah
kemanusiaan yang sejati melalui berbagai ketidak pastian, perjuangan dan
kegagalan. Sejarah kemanusiaan ini sejalan dengan aturan Tuhan.
Pandangan Behaviouristik
Kaum
behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa manusia
sepenuhnya adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh
factor-faktor yang dating dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari
tingkah laku manusia. Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan
semata-mata kepada hubungan antara individu dengan lingkungannya, hubungan itu
diatur oleh hokum-hukum belajar, seperti teopri pembiasaan (conditioning) dan
peniruan.
Manusia
tidak datang ke dunia ini dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya baik dan
jelek, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi kepribadian individu
semata-mata tergantung pada lingkungannya.tingkah laku adalah hasil
perkembanagan individu dan sumberdari hasil ini tidak lain adalah lingkungan.
Pandangan
behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat
manusia (dehumanisasi) karena
pandangan ini mengingkari adanya cirri-ciri penting yang ada pada manusia dan
yang tidak ada pada cirri-ciri mesin atau binatang., seperti kemampuan memilih,
menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini Skinner(1976) mengatakan bahwa
kemampuan-kemampuan itu sebenarnya terwujud sebagai tingkah laku juga yang
berkembangnya tidak berbeda dari tibgkahlaku- tingkah laku lainnya. Justru
tingkah laku inilah yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah. Semua cirri
yang dimiliki oleh manusia harus dapat didekatidan dianalisis secara ilmiah
.dibandingkan dengan binatang munkin manusia adalah binatang yang sangat unik,
binatang yang bermoral , namun manusia tidak dapat dikatakan memiliki
moralitas. Yang disebut sebagai moral itupun mewujudkan dalam tingkah laku
sebagai hasil belajar berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan behavioristik
tidaklah mendehumanisasikam manusia, melainkan justru memanusiakan manusia,
yaitu mengatasi kekerdilan manusia. Hanya dalam hubungannya denhgan lingkungan
yang didekati secara ilmiahlah kekerdilan manusia dapat diatasi dan harkat
manusia dipertinggi.
Setelah
mengikuti beberapa pandangan tentang manusiatersebut di atas dapatlah ditarik
beberapa pengertian bahwa: (1) Manusia pada dasarnya memiliki “tenaga dalam”
yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya; (2) Dalam
diri manusia(individu) ada fungsi yang bersifat rasional dan bertanggung jawab
atas tingkah laku sosial dan rasional individu; (3) Manusia mampu mengarahkan
dirinya ke tujuan positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinyadan mampu
menentukan “nasibnya” sendiri ; (4) Manusia pada hakikatnya dalam proses
“menjadi”, berkembang terus tidakpernah selesai, (5) dalam hidupnya individu
melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang
lain, dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati; (6) Manusia merupakan suatu
keberadaaan berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan, namun
potensi ini terbatas; (7) Manusia adalah mahluk Tuhan yang mengandung
kemungkinan baik dan jahat; dan (8) Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan tingkah laku ini merupakan
wujud kepribadian manusia.
Pandangan yang meyeluruh tentang manusia seyogyanya
tidak hanya menekankan salah satu atau beberapa aspek saja dan ciri‑ciri
hakikat tersebut di atas. Di Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya.Menurut Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Setiap manusia mempunyai keinginan
untuk mempetahankan hidup dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan
naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa Indonesia
memberikan pedomanbahwa kebahagian hidup manusia akan tercapai apabila manusia
itu didasarkan atas keselarasan dan
keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi dalam hubungan manusia
dengan masyarakat, dalam hubungan
manusia dengan alam.
Pancasila
menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya yang Tuhan Yang Maha Esa, manusia menjadi titik
tolak dari usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dan
masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia
yang kita pahami bukanlah yang luar biasa, melainkan manusia yang memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang
disamping memiliki kemampuan ‑ kemampuan juga mempunyai sifat-sifat
keterbatasan‑keterbatasan manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat
yangkurang baik manusia yang hendak kita pahami bukanlah manusia kita tempatkan di luar batas kemampuan
dan kelayakan manusiawi tadi.
Manusia
sebagai mahluk Tuhan adalah mabluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial. Sifat
kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial yang
merupakan kesatuan buIat perlu
dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya
dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dalam hidup
secara layak diantara manusia laiinya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa
hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan
baik. Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih bank,
mustahillah hal itu di kerjakan sendiri oleh seseorang tanpa bantuan dan
kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan
manusia pada hakekatnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan
jiwanya semata-mata melainkan terletak pada kemampuannya untuk bekerjasama
dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dengan masyarakat itulah manusia
menciptakan kebudayaan , yang pada hakekatnya membedakan manusia dari segenap
mahluk hidup lainnya , yang mengantarkan manusia pada tingkat mutu, martabat
dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada masa sekarang dan zaman yang
akan datang.
Kesadaran
akan hal-hal tersebut di atas selanjutnya menimbuhkan kesadaran bahwa setiap
manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan
masyarakatnya. Semuanya itu melahirkan sikap dasar bahwa untuk mewujudkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hubungan soaial antara manusia
pribadi dengan masyarakatnya , manusia perlu mengendalikan diri dari
kepentingan merupakan suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan
merupakan sesuatu yang diharapkan , yang pada gilirannya akan menumbuhkan
keseimbangan dan stabilitas masyarakat.
HAKEKAT MANUSIA DENGAN DIMENSI-DIMENSINYA
Secara
filosofis hakikat manusia merupakan kesatuan integral dari potensi-potensi
esensial yang ada pada diri manusia , yakni: (1) Manusia sebagai mahluk pribadi/individu,
(2) Manusia sebagai mahluk sosial ,(3) manusia sebagai mahluk susila / moral.
Ketiga
hakekat manusia tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
Manusia sebagai mahluk individu (individual
being)
Kesadaran manusia akan diri sendiri merupakan
perwujudan individukualitas manusia. Kesadaran diri sendiri yang dimulai dengan
kesadaran pribadi diantara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Dengan
bahasa filsafat dinyatakan eksistensi ini mencakup pengertian yang amat luas,
terutama meliputi kesadaran adanya diri diantara semua realita , self-respect,
self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan
pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi
dasar bagi self-realisation.
Manusia
sebagai individu, sebagai pribadi adalah suatu kenyataan yang paling riel dalam
kesadaran manusia. Malahan ada kecenderungan bahwa manusia menganggap pusat
orientasi, melalui introspeksi (istilah dalam ilmu jiwa) adalah dirinya sendiri
seagai subjek. Orientasi berfikir demikian malahan diakui oleh filsafat
existensialisme dan anthroppsentrisme secara tak langsung.
Makin
manusia sadar akan dirinya sendiri sesungguhnya manusia makin sadar akan
kesemestaan, karena posisi manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari
semesta. Antar hubungan dan interaksi pribadi itulah pula yang melahirkan
konsekuensi-konsekuensi seperti hak azasi dan kewajiban, norma-norma moral,
nilainilai social, bahkan juga nilai-nilai supernatural berfungsi untuk
manusia.
Dengan
demikian kesadaran manusia sebagai pribadi merupakan kesadaran yang paling
dalam , sumber kesadaran subjek yang melahirkan
kesadaran yang lain.
Manusia
sebagai mahluk individu , dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan manusia
sebagai mahluk pribadi. Dalam bahasa Inggris kedua istilah itu dibedakan, yakni
dengan individuality dan personality.
Makna
individulitas menurut Allport, menunjukkan wujud berdiri sendiri dan sifat
otonom, serta sifat unik (uniquessnes)
tiap pribadi (personality). Dan makna
personality ialah what a man reality is dan bagaimana
manusia itu dalam antar hubungan dan antaraksi dengan lingkungannya.
Personality juga berarti keseluruhan sifat dan keseluruhan fase perkembangan
manusia.
Yang
dimaksud oleh kesimpulan pertama antropologia metafisika manusia untuk manusia
sebagai mahluk individu, dapat kita tafsirkan sebagai meliputi kedua makna
tersebut. Manusia sebagai self existence dan self consciousness menyadari
dirinya sebagai realself, sebagaimana adanya: bahkan juga sebagaimana idelnya
(keinginan dan cita‑citanya) yang mendorong perkembangan manusia.
Manusia
sebagai individu memiliki hak azasi sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah
Tuhan kepadanya. Hak asasi sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak
kemerdekaan dan hak milik. Dan karena manusia menyadari adanya hak asasi itu
pulalah manusia menyadari bahwa konsekunsi dari hal-hal tersebut manusia
mengemban kewajiban dan tangung jawab sosial dan tanggung jawab moral. Dalam
hubungan inilah hal status individualisme manusia menduduki fungsi primer.
Tetapi hal tersebut tidaklah tanpa konsekuensi logis yang
bersifat wajar dan alamiah pula. Tiap-tiap hal melahirkan kewajiban. Dalam
mengemban kewajiban ini, maka status manusia sebagai mahluk social adalah primer, utama. Sebab tanpa
penunaian kewajiban, martabat manusia menjadi merosot sebagai manusia. Oleh
karena itu integritas manusia sebagai mahluk social.
Manusia sebagai mahluk sosial
Self existence, kesadaran diri sendiri
membuka kesadaran atas segala sesuatu sebagai realita di samping realita
subjek, meskipun diri kita secara pribadi adalah subjek yang menyadari
namun diri kita bukanlah pusat dari segala realita.
Sebab
kedudukan pribadi mempunyai
martabat kemanusian (human dignity) yang sederajat maka wajarlah bahwa kita menghormati
setiap pribadi. Untuk dihormati sebagai pribadi adalah hak kita dan seiap orang. Sebaliknya untuk menghormati
setiap pribadi adalah kewajiban kita dan setiap pribadi lain
Perwujudan manusia sebagai mahluk
sosial terutama tampak dalam kenyataan bahwa tak pernah ada manusia yang mampu
hidup (lahir dan proses dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. Orang lain
dimaksud paling sedikit adalah orangtuanya, keluarganya sendiri. Realita ini
menunjukkan bahwa manusia hidup pada kondisi interdependensi dalam antar
hubungan dan antaraksi Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup
sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, warga negara. Warga suatu
kelompok kebudayaan. Warga suatu aliran
kepercayaan warga suatu ideologi politik dan sebagainya.
Manusia sebagai mahluk sosial di
samping berarti bahwa manusia hidup bersama (germinschafts),
kebersamaan), maka sifat independensi dalam arti material‑ekonomis demi
kebutuhan‑kebutuhan biologis jasmaniah melainkan lebih‑lebih mengandung makna
psikologis . yakni dorongan‑dorongan cinta dimana kebahagiaan terutama tercetak dalam kepuasan rohani.
Hidup dalam antar Hubungan antaraksi
dan interdependensi itu mengandung pula konsekuensi‑konsekuensi social baik
dalam arti positif maupun negatif. Ideal dalam hidup bersama itu ialah keadaan
harmonis, rukun dan sejahtera. Tetapi dapat pula sebagai hubungan dan antaraksi
itu dapat terjadi dalam kehidupan sosial. Keadaan positif dan negatif ini
adalah perwujudan dan nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas manusia
akibat pergeseran‑pergeseran yang tajam dan bahkan mungkin
pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam proses antar hubungan dan
antaraksi sosial karena sifat‑sifat individualitas manusia. Mengenai hal ini
secara mendalam oleh tiap‑tiap pribadi dapat menghindarkan disharmoni itu.
Tiap individu harus rela mengorbankan
sebagian dari hak individualitasnya demi kepentingan bersama. Kesadaran
demikian adalah prasyarat bagi hidup bersama.
Kehidupan di dalam antar hubungan dan
antaraksi sosial memang tidak usah kehilangan
identitasnya. Sebab kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan
kehidupan individu itu sendiri.
Urgensi kedua‑duanya harus dimengerti
dalam proporsi masing-masing Kehidupan social yang besar, banyak warganya
meliputi semua individu dengan berbagai latar belakang status, minat, nilai‑nilai dan sebagainya. Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tiada menonjolkan identitasnya, melainkan
sebaliknya kebersamaan ialah identitas, dengan sifat pluralistis. Dalam
hidup bersama apakah itu lembaga‑lembaga masyarakat ataupun negara, maka
identitas kebersamaan itu mengatasi
identitas individu.
Akan tetapi meskipun demikian tidaklah berarti individu sudah lenyap, lebur
di dalam identitas sosial itu. Realita sosial kebersamaan itu tidak hanya
terbentuk oleh individu-individu. Bahkan integritas social itu akan goyah
bilamana hak‑hak individu diperkosa. Individualitas manusia bukanlah
bertentangan dengan wujud sosialitas manusia. Melainkan individualitas itu
dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitasnya. Tiap
manusia sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang
egosentris berakhir.
Sebaliknya, kesadaran manusia sebagai
mahluk sosial justru harus memberi rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu
yang lebih “lemah” daripada wujud sosial yang “besar” dan “kuat".
Kehidupan sosial kebersamaan baik itu
bentuk-bentuk non-formal (masyarakat) maupun dalam bentuk‑bentuk formal
(institusi /negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.
Asas sosial dalam kodrat manusia,
seperti juga asas individualitas
adalah potensi‑potensi, yang baru
menjadi realita karena kondisi‑kondisi tertentu. Ini berarti bahwa pelaksanaan
kesadaran sosial manusia hanya oleh kondisi itu sendiri. Artinya, jika di
dalam. hidup kebersamaan (sosial) itu individu kehilangan individualitasnya
(hak-hak asasi), maka potensi kesadaran sosial manusia menjadi tidak maksimal.
Dan jika ada pelaksanaannya tidak wajar, melainkan karena otoritas, paksaan
dari luar. Bukan didorong oleh hasrat dan motif pengabdian yang alturis. Individualitas manusia dengan
potensi-potensi subjek (prakarsa, rasa,karsa,cipta,karya) takkan berkembang
jika otoritas sosial justru tidak bersifat menunjang realisasi itu.
Esensia manusia sebagai mahluk sosial
ialah adanya kesadaran manusia tentang siapa dan posisi dirinya dalam kehidupan
bersama dan bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu.
Adanya kesadaraan interpedensi dan saling membutuhkan serta dorongan‑dorongan
untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Manusia sebagai mahluk susila (moral being)
Pribadi manusia yang bidup bersama itu
melakukan hubungan dan antaraksi baik langsung maupun tidak langsung . Di dalam
proses antar hubungan dan antaraksi itu tiap pribadi membawa identitas,
kepribadian masing‑masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogen akan
terjadi sebagai konsekuensi tindakan‑tindakan masing‑masing pribadi.
Keadaan interpredensi kebutuhan
manusia lahir batin yang tiada batasnya
akan berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan ketertiban, kesejahteraan
manusia, maka di dalam masyarakat ada
nilai-nilai, norma-norma.
Asas
pandangan bahwa manusia sebagai mahluk
susila bersumber pada kepercayaan bahwa
budi nurani manusia secara a priori adalah sadar nilai dan mengabdi
norma-norma. Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang
struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich).
Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai‑nilai
esensia manusia sebagai mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak
dapat dipisahkan realitas sosial sebab
justru adanya nilai-nilai, efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai
hanyalah dalam kehidupan social. tiap-tiap hubungan sosial mengandung moral.
Atau dengan kata‑kata “Tiada hubungan social tanpa hubungan susila, dan tiada
hubungan susila tanpa hubungan social”. Hubungan sosial harus dimaknai dalam makna luas dan hakiki. Yakni hubungan social
horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan social - vertical
yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan.
Hubungan sosial vertikal
bersifat transcendental sering disebut
hubungan rokhaniah pribadi. Akan tetapi kedua antar hubungan social
tersebut sama‑sama riel di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti dialami
semua manusia. Hubungan sosial sering disebut hubungan religius yang
dianggap hubungan pribadi dan bersifat perseorangan bukan masalah sosial.
Hubungan
sosial horisontal ialah hubungan sosial
dalam arti biasa, maksimal ialah pada taraf etis atau kesusilaan (etika, nilai-nilai filsafat, adat-istiadat.,
hukum). Tetapi yang jelas semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan
kesadaran asas normative itu menjadi kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran
nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang membedakan hidup manusia
dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar
adanya kesadaran moral itu. Dan bila moralitas ditafsirkan meliputi nilai-nilai
religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula dengan
kesadaran-kesadaran supernatural yang super rasional.
Ketiga
esensia tersebut di atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah
kodrat hakekat manusia secara potensial artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan
hidup manusia potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita
(aktualisasi) atau sebaliknya tidak terlaksana. Inilah sebabnya ada criteria di
dalam masyrakat antara pribadi yang baik, yang ideal, dengan pribadi yang di
anggap buruk atau asusila, tingkah laku yang kurang dikehendaki. (Noor Syam,
1984 : 169-196)
PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI TERSEBUT PADA MANUSIA
Hakikat
dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan pada butir b di atas,
masing-masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk
kepribadian manusia sebagai berikut :
Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu.
Pendidikan
harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi
mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan:Hilfe
zur selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong
dirinya sendiri.
Untuk
dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman
di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif,
kreativitas, kehendak,, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan
kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif,
afektif dan psikomotor.
Sebagai
mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan
tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bias diperoleh melalui pendidikan
dan proses belajar.
Di
atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi)
ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif
(pengetahuan )saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik
pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat
intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja.
Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan
pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.
Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial
Disamping
sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social.
Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak
dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia
lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi
juga merupakan sarana untuk pengenbangan
kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia srigala”
(wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “, karena
dibesarkan oleh srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia
lainnya. Ia menjadi bergaya hidup seperti srigala. Kehidupan social antara
manusia yang satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan
pribadi seperti telah disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa
sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan
suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek
social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah
pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek
individual dan aspek social tersebut.
Pentingnya
usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini
dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut :
The problem of finding the golden mean between education
for the individual life and education for communal service and cooperation is
one of the most important questions for the educator.
Pengembangan manusia sebagai mahluk susila
Aspek
yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social,
adalah aspek kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati
norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku
yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan
bersifat tidak susila.
Setiap
masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat
norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan
kacaubalau, hokum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru
dunia.
Melalui
pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan
anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai
susila dan social yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan
kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap
sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia.
Penghayatan
personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah social ini amat penting dalam
mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya aspek
susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan social.
Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah social serta pelaksanaannya
dalam tindakan dan tingkah laku yang
nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau kehadirannya
bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas
norma, nila, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga
menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut
dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.
Pentingnya
mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah
masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok,yaitu :
Pertama,
untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai
dan kaidah social yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak
dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang
lain, pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah
tinggal di masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana
pun dia berada.akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang
tidak menerimanya ituudengan demikian selanjutnya dia tidak dapat survive
tinggal dimasyarakat tersebut sehingga
ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai
anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan
pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat
terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah
laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat
yang baru, karena setiap masyarakat
masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh
anggotannya.
Kedua,
untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak
saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu
tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam
perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan
kaida-kaidah social yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan
kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan
dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama.
Dengan
demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada
dapat tidaknya dipertahankan norma , nilai dan kaidah masyarakat yang
bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya,
apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan
masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang
diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan in kita semua telah menyadari
bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang
akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita.
Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kitaagar kita bersama dapat
mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki
norma, nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek
moyang kita.
Pengembangan manusia sebagai mahluk religius
Eksistensi menusia manusia yang keempat adalah
keberadaanya dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa.sebagai anggota
masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk
menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota
masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila,
maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk
dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang
dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya
dengan sesama manusia.
PEMBENTUKAN MANUSIA SEUTUHNYA ATAU MANUSIA PANCASILA
Di
Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman dan Penghayatan
Pancasila, setiap manusia memounyai keinginan untuk mempertahankan hidup, dan
menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam
diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara memberikan
pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia itu akan tercpai apabila kehidupan
manusia itu diselaraskan dan keseimbangan, baik hidup manusia sebagai pribadi,
dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam,
dalam hubungan manusia dengan bangsa, dan dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rokhaniah.
Pancasila
menempatkan manusia dakam keseluruhan harkat dan martabatnya mahluk Tuhan Yang
Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami manusia
itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan
hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa,
melainkan manusia yang disamping memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati
dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang disamping memiliki kemampuan-kemampuan
juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, manusia yang disamping mempunyai
sifat-sifat yang baik memounyai sifat-sifat yang kurang baik. Manusia yang
hendak kita pahami bukanlah manusia yang kita tempatkan di luar batas kemampuan
dan kelayakan manusia tadi.
Manusia
sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social. Sifat
kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk social merupakan
kesatuan bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.
Perlu
disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain
dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup secara layak
diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup
bermasyarakat , seseorang tidak dapat menyeenggararakan hidupnya dengan baik.
Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih baik,
mustahil hal itu dikerjakan sendiri oleh seseoarang, tanpa bantuan dan
kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan
manuasia pada ddasarnya tiodak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan
jiwanya semata-mata, melainkan terletak pada kemampuannya untuk bekerjasama
dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia
menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap
mahluk hidup yang lain, dan mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat
dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang
akan datang.
Kesadaran akan hal-hal yang tersebut
di atas selanjutnya menumbuhkan kesadaran, bahwa setiap manusia terpanggil
hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan masyarakat. Semuanya
itu melahirkan sifat dasar, bahwa untuk mewujudkan keselarasan, keserasian, dan
keseimbanagn dalam hubungan social antar manusia pribadi dengan masyarakat,
manusia perlu mengendalikan diri. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beranekaragam
coraknya, kemauan dan kemampuan
mengendalikan diri pada kepentingan adalah suatu sikap yang mempunyai
arti sangat penting dan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada
gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat. (dalam
kaitan ini hendaknya dibaca 36 butir wujud Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, sebagaimana ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No II/MPR/1978).
Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila menegaskan pandangan social yang berdiri
di atas paham keseimbangan tidaklah mengingkari, bahwa masyarakat itu
senantiasa bergerak, berubah, berkembang dan dinamis. Namun demikian, kita
beranggapan, bahwa yang wajar, yang dicari oleh manusia bukanlah perubahan atau
dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala sesuatu dalam masyarakat
untuk mencapai tujuan kebahagiaan. Masalah perubahan social itu merupakan
tantangan bagi kita semua, kita pelajari secara teliti dan kita perhatikan
sebagai factor yang mempengaruhi terutama dalam zaman dimana ilmu dan teknologi
telah berkembang sedemikian pesatnya . bagi bangsa Indonesia, tujuan pengembangan
masyarakat adalah manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat
Indonesia.dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa
kebudayaan manusia itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaannya sekarang,
melainkan melalui proses evolusiyang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pula
halnya perkembangan manusia secara perseoranganpun melalui tahap-tahap yang
memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun sebelum orang itu menjadi
dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam
rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang menjalani
pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembanagn tertentu
selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan dari
berbagai jenjang dan jenis pendidikan.
Keberadaan manusia seperti disinggung di atas, membawa dampak yang besar
bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnya
diarahkan terhadap pengembangan kososialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagaman
berbeda dari mahluk-mahluk lain, manusia sebagai mahluk yang berderajat lebih
tinggi, diperlengkapi dengan berbagai potensi dan susunan tubuh yang
memungkinkan ia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai
dimensi secara mantap.
Dari
sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia itu
tidak sekaligus jadi, seperti keadaan sekarang, melainkan ,melalui proses evolusi
yang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pulalah halnya, perkembangan manusia
secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau
bahkan puluhan tahun sebelum seseorang menjadi dewasa. Upaya pendidikan
memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam rangka memberikan
pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang menjalani pendidikannya.
Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembangan tertentu selanjutnya
menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan diberbagai jenjang dan
jenis pendidikan.
Keberadaan manusia seperti disinggung diatas, membawa
dampak yang mendasar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha
pendidikan pada dasarnyadiarahkan terhadap pengembangan empat dimensi
kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi
kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Berbeda dari makhluk-makhluk lain, manusia
sebagai makhluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan brbagai
potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia berkembang menjadi makhluk yang
sesuaidg ketinggian derajatnya itu. potensi dan susunan tubuh ini memungkinkan
manusia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai dimensi
secara mantap.
DAFTAR PUSTAKA
DEPDIKBUB, PPIPT. 1982. Program Akta Mengajar V-Bisnis Komponen Dasar Kependidikan, Wawasan
Kependidikan Guru. Jakarta : Depdikbud.
DEPDIKBUD. 1983. UUD 1945-P4-GBHN. Bahan Penataran Dan Referensi Penataran. Jakarta: Depdikbud
IKIP MALANG. TIM Dosen FIP. 1980. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya. Usaha Nasional.
Soejono, Agus. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum. Bandung: Transito
Label:Pengantar Pendidikan
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar