Categories

Search

Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Minggu, 15 Desember 2013

Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)



Model Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)


a. Pengertian Think Pair Share (TPS)

Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Pengertian Think Pair Share menurut Trianto (2010:81) adalah :” Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi interaksi siswa”. Sedangkan menurut Suyatno (2009: 54) mengatakan bahwa : “TPS adalah model pembelajaran kooperatif yang memiliki prosedur ditetapkan secara eksplinsit memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang dijelaskan atau dialami (berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain)”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan Think Pair Share (TPS) adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tahap thinking ( berfikir), pairing (berpasangan), dan sharing ( berbagi).


b. Keunggulan Think Pair Share


Model pembelajaran tipe TPS ini memiliki beberapa keuntungan. Menurut Kunandar, (2009:367) menyatakan bahwa ”tipe think pair share memiliki keuntungan yaitu “mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselengarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan”.
Dan menurut Buchari (2009:91) menyatakan bahwa “ prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling bantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas”.
Jadi dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa TPS merupakan teknik sederhana yang mempunyai keuntungan dapat mengoptimalkan partisipasi siswa dalam mengeluarkan pendapat, dan meningkatkan pengetahuan. Siswa meningkatkan daya pikir (thinking) terlebih dahulu, sebelum masuk ke dalam kelompok berpasangan (pariing), kemudian di bagi ke dalam kelompok (sharing). Pada tipe TPS setiap siswa saling berbagi ide, pemikiran atau informasi yang mereka ketahui tentang permasalahan yang diberikan oleh guru, dan bersama-sama mencari solusinya. Hal ini dapat membuat siswa meninjau dan memecahkan permasalahan yang dari sudut yang berbeda, namun menuju ke arah jawaban yang sama.


c. Tujuan Think Pair Share (TPS)



Tujuan think pair share tidak jauh berbeda dengan tujuan dari model pembelajaran kooperatif. Menurut Nurhadi (2004:66) tujuan dari TPS adalah ”tujuan secara umumnya adalah untuk meningkatkan penguasaan akademik, dan mengajarkan keterampilan sosial”.
Selanjutnya menurut Trianto (2009:59) berpendapat bahwa “Tujuan pembelajaran kooperatif TPS adalah a) dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, b) unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, c) membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari model kooperatif tipe TPS adalah untuk meningkatkan penguasaan akademik, mengajarkan keterampilan sosial dan membantu siswa dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, serta meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit



d. Karakteristik Think Pair Share (TPS)



Untuk mengetahui tentang model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) kita juga perlu mengetahui karakteristiknya Menurut Atik (2007:5) menyatakan karakteristik model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ada 3 langkah utama yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu langkah Think (berpikir secara individu), pair (berpasangan) dan share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas). Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:


1) Think ( berpikir)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pernyataan atau masalah yang dikaitkan dengan pembelajaran, siswa ditugasi untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Dalam menentukan batasan waktu pada tahap ini guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Kelebihan dari tahap ini adalah adanya teknik “time” atau waktu berfikir yang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah adanya siswa yang berbicara, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.


2) Pair (berpasangan)
Langkah kedua ini guru menugasi siswa untuk berpasangan dan diskusikan mengenai apa yang telah mereka pikirkan. Interaksi selama proses ini dapat menghasilkan jawaban bersama. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil yang didapat menjadi lebih baik karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain.


3) Share (berbagi)
Pada langkah akhir ini guru menugasi pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan yang lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi lebih efektif apabila guru berkeliling dari psangan satu kepasangan yang lainnya. Langkah share (berbagi) merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumny, dalam arti bahwa langkah ini menolong semua kelompok untuk menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok lain.


e. Langkah- Langkah Pembelajaran Dengan Menggunakan Think Pair Share (TPS)


Model koopratif tipe Think Pair Share (TPS) mempunyai langkah-langkah pembelajran tersendiri walaupun tidak terlepas dari konsep umum langkah-langkah kooperatif. Langkah-langkah TPS menurut Kunandar (2009:367) sebagai berikut:


1) Langkah 1: Berpikir (Thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. 2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing), yakni guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang dipikirkan. 3) Langkah 3: Berbagi (Sharing), yakni guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan.


Pendapat di atas dipertegas lagi oleh Nurhadi (2004:67) yaitu:
1) Berpikir (thinking), yaitu guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran kemudian siswa diberikan waktu satu menit untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. 2) Berpasangan (pairing), yaitu guru meminta kepada siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. 3) Berbagi ( sharing), dimana guru meminta pasangan- pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan.


Sedangkan sintak-sintak TPS menurut Suyatno (2009:54) adalah:
Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku- sebangku (Think- pair), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.


Kemudian dijelaskan oleh Buchari (2009:91) sintak- sintak TPS sebagai berikut:
Pertanyaan diajukan untuk keseluruhan kelas, lalu setiap siswa memikirkan jawabanya, kemudian siswa dibagi berpasangan dan diskusi. Pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan berbagai pemikiran dengan seluruh kelas.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan tipe Think Pair Share yaitu dengan memberikan suatu masalah kepada siswa sehingga siswa berpikir sendiri tentang masalah yang telah diberikan. kemudian siswa diminta duduk berpasangan untuk mendiskusikan masalah yang telah diberikan, lalu masalah yang telah didiskusikan tersebut dipresentasi/ditampilkan di depan kelas agar siswa bisa berbagi dengan siswa yang lain tentang apa yang telah didiskusikan. Pada kegiatan ini guru akan berkeliling dari pasangan yang satu ke pasangan yang lainnya untuk menerima dan memantau laporan dari siswa tentang apa yang telah mereka diskusikan.
Jadi berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Kunandar karena menurut peneliti langkah-langkah tersebut mudah dipahami dan peneliti rincikan sehingga pembelajaran yang diberikan dengan mudah akan dikuasai oleh siswa sebab mereka bisa bekerjasama dengan baik.

Daftar Rujukan:


Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabya: Masmedia Buana Pustaka
Kunandar .2009. Guru Professional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru.Jakarta: Rajawali Press.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Konstekstual (Context Acing And Learning/CTL) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang:Universitas Negeri Malang.
Trianto. 2010.Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.
Sabtu, 04 Mei 2013

ERGONOMI

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul.

Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia  pada  saat  bekerja  dalam  lingkungan.  Secara  singkat  dapat dikatakan  bahwa  ergonomi  ialah  penyesuaian  tugas  pekerjaan  dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Ada beberapa definisi  menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.

Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :
  • Tehnik.
  • Fisik.
  • Pengalaman psikis.
  • Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian.
  • Anthropometri.
  • Sosiologi.
  • Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up take, pols, dan aktivitas otot.
  • Desain, dll.

Pelatihan Ergonomi

Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya berlatar belakang pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun ada juga yang dasar   keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain. Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan kerja.

Metode Ergonomi

1.  Diagnosis,  dapat  dilakukan  melalui  wawancara  dengan  pekerja, inspeksi tempat   kerja   penilaian   fisik   pekerja,   uji   pencahayaan, ergonomik     checklist   dan   pengukuran   lingkungan   kerja   lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai kompleks.

2.  Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel,  letak  pencahayaan  atau  jendela  yang  sesuai.  Membeli furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri  bahu  dan siku, keletihan  ,  sakit  kepala dan  lain-lain.  Secara obyektif  misalnya  dengan  parameter  produk  yang  ditolak,  absensi sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

Aplikasi/penerapan Ergonomik:

  1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama  bekerja.  Sedangkan  posisi  berdiri  dimana  posisi  tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
     
  2. Proses Kerja, Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu  bekerja  dan  sesuai  dengan  ukuran  anthropometrinya.  Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur. 
  3. Tata letak tempat kerja, Display  harus  jelas  terlihat  pada  waktu  melakukan  aktivitas  kerja. Sedangkan  simbol  yang  berlaku  secara  internasional  lebih  banyak digunakan daripada kata-kata.
     
  4. Mengangkat beban,Bermacam-macam  cara  dalam  mengangkat  beban  yakni, dengankepala,  bahu,  tangan,  punggung  dsbnya.  Beban  yang  terlalu  berat dapat menimbulkan  cedera  tulang  punggung,  jaringan  otot  dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.

a.  Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
  • Laki-laki dewasa                           40 kg
  • Wanita dewasa                             15-20 kg
  • Laki-laki (16-18 th)                        15-20 kg
  • Wanita (16-18 th)                          12-15 kg

b.  Organisasi kerja,Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
  • Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun.
  • Frekuensi pergerakan diminimalisasi.
  • Jarak mengangkat beban dikurangi.
  • Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
  • Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
 
c.  Metode mengangkat beban
 
Bermacam-macam  cara  dalam  mengangkat  beban  yakni,  dengan
kepala,  bahu,  tangan,  punggung  dsbnya.  Beban  yang  terlalu  berat
dapat  menimbulkan  cedera  tulang  punggung,  jaringan  otot  dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.

  • Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung.
  • Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan.

Metoda ini termasuk 5 faktor dasar :
      • Posisi kaki yang benar.
      • Punggung kuat dan kekar.
      • Posisi lengan dekat dengan tubuh.
      • Mengangkat dengan benar.
      • Menggunakan berat badan.

d.  Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur.
  • Pemeriksaan  sebelum  bekerja  untuk  menyesuaikan  dengan beban kerjanya.
  • Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.
  • Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur.

Kelelahan/Fatique
Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai berikut :
1.  Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.

2.  Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya
muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.

3.  Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

4. Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal dibawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi :
Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup saat makan siang. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor. Tempo kegiatan tidak harus terus menerus Waktu  perjalanan  dari  dan  ke  tempat  kerja  harus  sesingkat
mungkin, kalau memungkinkan. Secara    aktif    mengidentifikasi sejumlah    pekerja    dalam peningkatan semangat kerja. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja. Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
      • Pekerja remaja
      • Wanita hamil dan menyusui
      • Pekerja yang telah berumur  
      • Pekerja shift  
      •  Migrant. 
 
Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan atau zat addiktif lainnya perlu diawasi.
Pemeriksaan kelelahan :
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti tes padkelopak mata dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan sebagainya.
Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada hubungannya dengan masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah ergonomi akan mempercepat terjadinya kelelahan.